Sunday, November 18, 2012

Namaku Bukan Borlan

Malam ini usai dari perjalanan kebangkok bersama para sahabat, aku kembali merasakan kesunyian malam diatas tempat tidur ini. Kesunyian yang selama ini mengantarkan ku kealam mimpi ku. Kesunyian yang selalu memacu aku untuk mengayuh sepedaku lebih kencang, kesunyian yang kadang membuat aku mempertanyakan arti dari keTuhanan.

Malam semakin larut, dan yang terdengar hanya detak jam. Jam yang selama ini kubiarkan menempel didinding sebelah kanan kamarku. Kondisi ku malam ini jauh dari hingar bingar kehidupan malam yang selama ini aku jalani. Tak ada musik, tak ada gelak tawa, tak ada denting gelas yang beradu, dan tak ada sahabat-sahabat yang selalu setia menemani. Mereka sahabat yang selalu menemani hari-hari ku. Didekat mereka aku merasa dihargai, bersama mereka aku merasa diperlukan, kehadiran mereka membuat aku seperti kembali menemukan jati diriku yang pernah hilang.

Tidak banyak yang dapat kulakukan untuk melepaskan lelah dari perjalanan ku kemarin, selain memejamkan mata dan membiarkan kesunyian malam ini kembali mengantarkan aku jauh kedalam mimpi ku.

****
"Borlan, ngopo kowe nang kono, mrene wae, dolan karo aku.."
"Matur suwun, aku neng kene wae"

Ajakan rangga untuk bergabung bermain bersama mereka kutolak secara halus sambil menggelengkan kepala. Dibandingkan harus bergabung dengan mereka, aku lebih memilih memperhatikan saja dari kejauhan. Pengamatanku berkata mereka tengah terkekeh-kekeh membahas kejailan yang baru saja mereka lakukan. Lama aku memandangi mereka dari sini, tempat dimana awalnya aku merasa aman dari pengamatan mereka, sambil tetap duduk diatas sepeda ku. Seandainya aku memiliki sedikit keberanian untuk ikut bermain bersama mereka, sekarang aku pasti sudah memiliki banyak teman. Namun sayangnnya niatan itu selalu kutepis setiap kali mengingat pertanyaan mereka. Pertanyaan terhalus yang pernah mereka lontarkan adalah "Agamamu opo to sakjane?".
Lainnya iyalah olokan-olokan mengenai perbedaan agama bapak dan mamak.

Lama aku larut dalam lamunan ku menginat olokan-olokan itu, lelah aku mengingat semuanya, aku kembali mengayuh pedal sepedaku, jauh meninggalkan kerumunan anak-anak itu, meninggalkan mereka yang kebanyakan selalu mentertawakan keluarga ku, menjauh dari anak-anak nakal itu. Anak-anak seusiaku, mereka siswa sekolah dasar negeri didaerahku, yang selalu memperlakukan aku secara tidak adil. Satu-satunya teman yang tidak ikut mentertawakanku adalah rangga.

Tiap sore aku menyusuri daerah pemukiman padat muslim ini menggunakan sepeda ku. Sambil bersiul-siul kukejar burung-burung yang berterbangan diudara. Ku nikmati hempasan angin yang menyapu wajahku, lamat-lamat ku dengar kicauan burung-burung centil itu. Aku begitu menikmati sore ini. Dan hampir selalu sama setiap harinya.








***
"Mak, pak, ucok punya kalian"
"Mak, pak, ucok punya kalian"

Berkali-kali kalimat itu keluar dari mulutku. Tapi tak satupun yang mendengarkan aku. Tersadar dari ngigauanku, aku beranjak dari tempat tidur ku. Sedikit malas aku bergerak kearah kamar mandi yang berada dipojok kanan kamar kos ku. Ku basuh wajah ku yang telah penuh dengan keringat. Sepertinya ada yang salah dengan AC kamar ini, pikirku. Karenanya sering kali aku harus terbangun ditengah malam karna perasaan tidak nyaman ini. Berulang-ulang kuperhatikan remot AC ku, tidak ada yang salah dengan pengaturan suhunnya, tetap baik di angka 16'C. Bahkan terakhir diperiksa ahlinya pun, AC ku dinyatakan baik-baik saja. Ahh,, malam ini, meski batuk ini sudah seminggu, kuambil bir dalam lemari es ku. Kuhabiskan dalam sekali minum. Kunikmati setiap tegukan. Malam ini kubiarkan bir ini lebih menghangatkan tubuhku, meskipun nyatanya mimpi tadi saja sudah mampu membuat bajuku basah akibat keringat dari tubuh ini, namun tetap ku teguk hingga tetesan terakhir. Berharap minuman ini dapat mengantarkan aku kembali dalam tidur nyenyak ku. Nyenyak? Entahlah, mungkin tidak nyenyak, namun apa pun namanya, aku butuh tidur, tubuhku ini harus beristirahat. Perjalanan ke bangkok bersama sahabat kemarin sangat memeras tenaga ku. Aku letih, aku letih, aku letih sekali.

***
"Heh sapi gilak,, baru datang lo?"
Sapa salah seorang sahabat kepada ku. Lagi-lagi aku memang datang terlambat ke kantor. Entah mengapa, hal yang tersulit dalam hidupku selain melupakan luka bersama ani, adalah bangun pagi. Ani adalah wanita yang setia menemaniku beberapa tahun terakhir kemarin. Wanita yang kucintai dan kusayangi. Aku mendambakan dapat hidup bersamanya suatu hari nanti. Namun entah aku yang terlalu kasar, atau dia yang tidak sabar, pilihan melanjutkan kuliah keluar negeri menjadi awal dari kehancuran hubungan kami.

***
"Gimana market hari ini?" Tanya ku kepada salah satu rekan kerjaku.
"Parah, turun jauh dari hari kemarin. Ini jauh diluar perkiraan" jawabnya penuh keseriusan.
Rekan kerja ku ini, yang tidak perlu kusebutkan namannya, karna aku juga bingung memberikan nama yg tepat kepada orang yang wajahnya mirip bapak menteri hatta rajasa ini, adalah salah satu sahabat dekat ku. Seringkali dia mengantarkan aku pulang menggunakan mobil honda jazz nya, karena memang aku tidak memiliki mobil. Sering bertukar cerita bersamanya membuat aku bersyukur. Menurutnya, setidak-tidaknya aku sudah tau apa keahlian ku. Itu antara keahlian atau hobi, aku juga tidak tau pasti.

***
"Borlan, kamu ikut kan outing kantor kita ke jogja??" Tanya salah satu wanita cantik dikantor ku. Wanita cantik itu adalah salah satu sales manager didivisi ku.
"Yup" jawab ku singkat kepadannya. Meski singkat namun sudah dapat kupastikan nanti kami akan banyak menghabiskan waktu bersama disana. Entah keberuntungan atau memang aku menyenangkan, aku memang seringkali didekati oleh banyak wanita cantik. Namun lagi-lagi, tak satupun dari mereka yang mampu membuat aku melupakan ani. Bahkan aku selalu berpikir seandainya saat itu aku mampu menghentikan kereta yang ditumpangi ani, aku pasti akan mengambilnya dari sana. Sayangnya kemampuan bernegosiasiku tidak sehandal kemampuan bernegosiasi bapak. Bahkan aku tidak mampu menyampaikan apa yang apa yang ada dihati ku. Gengsi ini terlalu tinggi untuk mengijinkan mulutku berkata "aku hanya ingin bersama mu". Saat ini seandainya aku bertemu ani, aku tidak akan mengulang kesalahan yang sama. Aku tidak akan membiarkannya meninggalkan ku.
"Don't do mistake again!!!" Ah, percuma saja rasanya aku mengucapkanya sesering dan sekeras apapun. Karna aku telah terlanjur memilih jalan yang salah mengobati luka ini. Jangankan melihat kebiasaan ku bermabuk-mabukan, mengetahui ku merokok saja, aku yakin ani pasti tidak akan suka. Bodohnya, dahulu aku malah tidak mengindahkan larangannya. Meskipun aku sadar semuanya itu demi kesehatanku, dia melarang ku ini itu ya karena dia menyayangiku.

***
Malam ini jakarta diguyur hujan lebat, dan ini jam pulang kantor, maka sudah dapat dipastikan kemacetan hebat terjadi melanda jakarta. Sambil mendengarkan lagu dari ipod ku, aku memperhatikan para pengguna jalan lainnya dari kaca pintu taxi yang ku tumpangi. Pengamatan pertamaku mengarah kepada mereka para penggunakan sepeda motor, terlihat mereka sibuk merapikan jas hujan yang mereka kenakan, karena tidak bisa melindungi tubuhnya dengan sempurna, disisi lain kulihat para pengguna mobil pribadi yang sedang asik berkomunikasi menggunakan telepon genggamnnya, pengguna mobil lainnya juga ada yang sedang asik bercanda dengan teman-teman semobilnya, dan pemandangan lain yang menyita perhatianku adalah bus transjakarta yang katanya bebas hambatan itu, ternyata harus terjebak tidak bergerak dalam kemacetan malam ini. Dalam bus itu aku melihat manusia-manusia yang telah berdiri berjam-jam dan saling berdempetan. Untuk dapat masuk saja, aku yakin mereka memerlukan usaha yang cukup keras, dan malangnnya sesampainya didalam bus, mereka tetap harus berjejal-jelanan. Hal ini membuat aku kembali mengenang saat itu. Saat dimana aku harus berjuang untuk dapat masuk kedalam bus transjarta yang berbeda.

Sore itu, setelah usai merealisasikan niatan untuk membeli ember tempat merendam kaos kakiku, aku memutuskan untuk kembali ke kosan menggunakan bus transjakarta. Sama seperti malam ini, saat itu waktunya karyawan pulang kantor. Alhasil aku harus berusaha keras untuk dapat masuk kedalam bus transjakarta itu. Sangat memaksa dan sedikit bersenggol-senggolan ku terobos orang-orang dedepanku untuk dapat masuk kedamalam bus itu. Sulit memang, namun terasa begitu melegakan setelah berhasil masuk kedalam transjakarta itu. Sambil mengatur napas melepas lelah, sore itu aku memperhatikan mereka yang masih tertahan luar pintu bus karena pintu bus sudah ditutup. Namun tidak lama kelegaan itu kurasakan, karna kepanikan lain terjadi, ini melebihi kepanikan tidak dapat masuk bus transjakarta tadi, yaitu ember hitam yang tadi kubeli ternyata masih tertahan diluar dengan tangkainya terjepit pintu bus ini.
"Bang, tunggu bang"
"Bang, tunggu bang"
Berkali-kali aku berteriak menghentikan bus transjarta itu. Tersentak aku oleh suara pria yang terasa menyentuh lutut kanan ku, "Pak, kita sudah sampai".
Terbangun aku, dan begitu leganya aku mengetahui itu hanya mimpi. Dan ini sering kali terjadi. Bermimpi ditaksi ditemani lagu-lagu kesukaan ku.

Ku tinggalkan mimpiku mengenai ember tadi. Bagiku yang terpenting saat ini adalah dapat segera bertemu dengan ibu ku. Pribadi yang selalu setia menyediakan pelukan bagi ku, yang selalu menenangkanku dengan perkataan "semua akan baik-baik saja".

***
Seandainya namaku bukan borlan, apakah aku akan bertemu ani?
Seandainya namaku bukan borlan, apakah aku akan kehilangan ani?
Seandainya namaku bukan borlan, apakah aku akan dijakarta sekarang?
Seandainya namaku bukan borlan, apakah jalan hidupku tetap seperti ini?
Seandainya,,,
Ah,,, tapi nyatanya namaku bukan borlan!!!!!!

Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

No comments:

Post a Comment